Senin, 23 Juni 2014

makalah peran transportasi laut



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari 17.000 pulau dengan total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia dan menempati peringkat keempat dari 10 negara berpopulasi terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa). Tanpa sarana transportasi yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan seluruh daerah di kepulauan ini. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.

Pulau-pulau di Indonesia hanya bisa tersambung melalui laut-laut di antara pulau-pulaunya. Laut bukan pemisah, tetapi  pemersatu berbagai pulau, daerah dan kawasan Indonesia. Hanya melalui perhubungan antar pulau , antar pantai, kesatuan Indonesia dapat terwujud. Pelayaran  yang menghubungkan pulau-pulau, adalah urat nadi kehidupan sekaligus pemersatu bangsa dan Negara Indonesia. Sejarah kebesaran Sriwijaya atau Majapahit menjadi bukti nyata bahwa kejayaan suatu Negara di nusantara hanya bisa dicapai melalui keunggulan Laut. Karenanya, pembangunan industry pelayaran nasional sebagai sektor strategis, perlu diprioritaskan agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Karena nyaris seluruh komoditi untuk perdagangan internasional diangkut dengan menggunakan sarana dan prasarana transportasi Laut, dan menyeimbangkan pembangunan kawasan (antara kawasan timur Indonesia dan barat) demi kesatuan Indonesia, karena daerah terpencil dan kurang berkembang (yang mayoritas berada dikawasan Indonesia timur yang kaya sumber daya alam) membutuhkan akses ke pasar dan mendapat layanan, yang seringkali hanya bisa dilakukan dengan transportasi Laut.
            Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan diperaiaran, kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis besar pelayaran dibagi menjadi dua yaitu pelayaran niaga (yang terkait dengan kegiatan komersial) dan pelayaran Non Niaga (yang terkait dengan kegiatan non komersil seperti pemerintahan dan bela Negara).
            Angkutan diperairan (dalam makalah ini disepadankan dengan transportasi Laut) adalah kegiata pengangkutan penumpang, dan atau barang, dan atau hewan, melalui suatu wilayah perairan (laut, sungai, dan danau penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam negeri atau luar negeri), dengan menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan umum. Wilayah perairan terbagi menjadi :
1.      Perairan laut : wilayah perairan laut.
2.      Perairan sungai dan danau : wilayah perairan pedalaman, yaitu : sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan.
3.      Perairan penyeberangan : wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan atau jalur kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan penggerak, penghubung jalur.
Teoriti Pelayaran terbagi menjadi :
1.      Dalam negeri : untuk angkutan domestik, dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di wilayah Indonesia.
2.      Luar negeri : untuk angkutan internasional (ekspor/import), dari pelabuhan Indonesia (yang terbuka untuk perdagangan luar negeri ) ke pelabuhan luar negeri, dan sebaliknya.
Angkutan Dalam Negeri diselenggarakan dengan kapal berbendera Indonesia, dalam bentuk :
1.      Angkutan Khusus, yang diselenggarakan hanya untuk melayani kepentingan sendiri sebagai penunjang usaha pokok dan tidak melayani kepentingan umum, di wilayah perairan laut, dan sungan dan danau, oleh perusahaan yang memperoleh ijin operasi untuk hal tersebut.
2.      Angkutan Umum, yang diselenggarakan untuk melayani kepentingan umum, melalui : pelayaran rakyat, oleh perorangan atau badan hukum yang didirikan khusus untuk usaha pelayaran, dan memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia jenis tradisional (kapal layar, atau kapal layar motor tradisional atau kapal motor berukuran minimal 7GT), beroperasi di wilayah perairan laut, dan sungai dan danau di dalam negeri.
Pelayaran Nasional, oleh badan hukum yang didirikan khusus untuk usaha pelayaran, dan yang memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia jenis non tradisional, beroperasi di semua jenis wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dan teritori (dalam negeri dan luar negeri). Pelayaran perintis yang diselenggarakan oleh pemerintah di semua wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dalam negeri untuk melayani daerah terpencil (yang belum dilayani oleh jasa pelayaran yang beroperasi tetap dan teratur atau yang moda transportasi lainnya belum memadai) atau daerah belum berkembang (tingkat pendapatan sangat rendah), atau yang secara komersial belum menguntungkan bagi angkutan laut.

1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengkaji Transportasi laut ,penulis mengambil rumusan masalalah yaitu peran  transportasi dalam percepatan pembangunan pulau-pulau di Indonesia.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan disusunya makalah ini yaitu untuk mengetahui peran  transportasi   apa saja dalam percepatan pembangunan pulau-pulau di Indonesia.
Adapun manfaat disusunya makalah ini adalah Agar meningkatkan pengetahuan tentang peran  tarnsportasi dalam percepatan pembangunan pulau-pulau di Indonesia.


BAB II
Peran Transportasi  dalam Percepatan Pembangunan Pulau-Pulau di Indonesia

Transportasi laut yang merupakan salah satu bagian dari Sistem Transportasi Nasional memegang peranan penting dan strategis dalam mobilitas penumpang, barang dan jasa baik di dalam negeri maupun ke dan dari luar negeri,disamping itu sebagai urat nadi kehidupan bidang ekonomi, sosial, budaya,pertahanan dan keamanan serta sebagai sarana untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan peranan tersebut,sudah selayaknya apabila bangsa Indonesia memiliki sarana dan prasarana transportasi laut yang tangguh dan potensial agar peranannya dapat berfungsi secara optimal.

Pelabuhan laut yang merupakan salah satu sub sistem transportasi laut adalah merupakan titik atau node dimana pergerakan barang dan atau penumpang
dengan menggunakan moda laut akan dimulai, diakhiri atau transit. Selain itu pelabuhan laut berperan besar dalam pencapaian sistem transportasi laut yang efektif dan efisien, untuk tercapainya sistem yang efektif dan efisien sangat dipengaruhi oleh kinerja pelabuhan laut yang menghubungkan jaringan transportasi darat dan laut. Peran pelabuhan tersebut hanya dapat dicapai jika pelabuhan tersebut didukung oleh fasilitas yang memadai, sumber daya manusia yang profesional dan sistem manajemen yang baik.
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Kebanyakan dari Negara maju menganggap pembangunan transportasi merupakan bagian yang integral dari pembangunan perekonomian. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda (multiplier effect) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.
Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya dihindari. Sistem transportasi dan logistik yang efisien merupakan hal penting dalam menentukan keunggulan kompetitif dan juga terhadap pertumbuhan kinerja perdagangan nasional dalam ekonomi global. Jaringan urat nadi perekonomian akan sangat tergantung pada sistem transportasi yang andal dan efisien, yang dapat memfasilitasi pergerakan barang dan penumpang di berbagai wilayah di Indonesia.
Pada hakikatnya transportasi merupakan proses perpindahan barang, manusia, maupun jasa. Dalam proses perpindahan tersebut terdapat suatu proses dimana seseorang akan melakukan aktivitas ekonomi. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah ketika seorang mahasiswa berangkat menuju kampus menggunakan sarana transportasi umum berupa bus. Ketika mahasiswa menumpang bus tersebut telah terjadi aktivitas ekonomi disaat mahasiswa membayar ongkos kepada kernet. Dalam perjalanan biasanya pedagang asongan akan turut menumpang bus dengan menawarkan barang daganganya. Ketika itu kembali lagi terjadi aktivitas ekonomi disaat mahasiswa tersebut membeli barang dagangan pedagang tersebut. Melalui contoh sederhana tersebut dapat dimaknai bahwa transportasi merupakan sarana penunjang bagi aktifitas ekonomi.
Dalam hal ini transportasi memegang peranan vital bagi pembangunan ekonomi daerah. Melalui tersedianya sarana dan prasarana yang baik maka distribusi barang, jasa, maupun manusia akan mampu berjalan lebih lancar, cepat, dan dalam kuantitas yang besar sehingga pembangunan di daerah akan berjalan dengan mulus.
Peranan transpotsi laut yang menunjang salah satunya yaitu Teknologi pembuatan kapal. Teknologi pembuatan kapal di Indonesia mengalami perkembangan  yang sangat pesat setelah mendapat pengaruh asing. Dari para pelaut asing itulah bangsa Indonesia memperoleh tambahan pengetahuan teknologi navigasi dan pelayaran, sehingga akhirnya Indonesia memiliki Idustri kapal yang modern.
Industri perkapalan berawal dari sebuah bengkel tempat mereparasi kapal. Kemudian bengkel itu berkembang menjadi industri yang merancang dan membangun kapal sebagai sarana transportasi laut, dan dioperasikan oleh PT. Pelayaran laut Nasional Indonesia (PT. PELNI). Industri kapal Indonesia dimotori oleh PT. PAL Indonesia. Perusahaan ini merupakan sebuah BUMN. Pendiri perusahaan kapal ini telah dirintis sejak tahun 1823, yaitu pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Ide pendirian bengkel reparasi kapal laut ini dimunculkan oleh Gubernur General Hindia belanda V.D. Capellen. Nama perusahan itu adalah NV. Nederlandsch Indische Industrie.
Pada tahun 1849, sarana perbaikan dan pemeliharaan kapal mulai terwujud di daerah Ujung, surabaya. namun pada tahun 193 pemerintah Hindia Belanda mengganti nama menjadi Marine Establishment (ME). ME berfungsi sebagai sebuah pabrik pemeliharaan dan perbaikan kapal. Pada masa pendudukan jepang, ME tidak berubah fungsi dan tetap menjadi bengkel reparasi dan perbaikan kapal-kapal angkatan laut tentara Jepang dibawah pengawasan Kaigun. Tetapi pada masa perang kemerdekaan, ME kembali dikuasai Belanda dan baru diserahkan pada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Sejak saat itu nama perusahaan kapal laut tersebut diubah menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL).
Pada athun 1978, status PT. PAL diubah menjadi perusahaan umum (Perum) PAL. 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1981 bentuk badan usaha Perum PAL diubah menjadi perseroan dengan pimpinan Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie (saat itu menjabat sebagai menristek). PT. PAL memproduksi berbagai jenis kapal, mulai dari kapal ikan, kapal niaga, kapal perang, tugboat, tanker, kapal penumpang dan kapal riset. Kapal riset buatan PT. PAL adalah kapal Baruna Jaya VIII milik LIPI.

Sementara itu upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang trasportasi laut antara lain merehabilitasi dan meningkatkan kapasitas infrastruktur yang ada, seperti pengadaan kapal Feri dan kapal pengangkut barang, perbaikan pelabuhan-pelabuhan laut, terminal peti kemas dan dermaga-dermaga. hal itu bertujuan untuk lebih memperlancar lalu lintas antar pulau, meningkatkan perdagangan domestik dan internasional Indonesia.
Perkembangan trasportasi laut pada dewasa ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi tersebut telah membuat bangsa Indonesia dapat memproduksi kapal angkut penumpang yaitu Palindo jaya 500. kapal tersebut diluncurkan pertama kali pada bulan Agustus 1995. Kapal tersebut dibuat untuk menunjang sarana trasportasi laut yang lebih cepat dan aman. Dengan demikian, kegiatan trasportasi laut akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

Beberapa contoh peranan transportasi dalam memprcepat pembangunan di Indonesia yaitu:
1.      Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan  barang dan atau hewan dari dan ke kapal.
2.      Usaha jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha untuk pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat, laut, dan udara.
3.      Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen dan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut melalui laut.
4.      Usaha angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan penumpang dan atau barang atau hewan dari dermaga ke kapal atau sebaliknya dan dari kapal ke kapal, di perairan pelabuhan.
5.       Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha menyediakan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung untuk pelayanan kapal.
6.      Usaha tally, yaitu kegiatan usaha perhitungan, pengukuran, penimbangan, dan pencatatan muatan kepentingan pemilik muatan atau pengangkut.
7.       Usaha depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan, pembersihan, perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan peti kemas.
Beberapa permasalahan yang timbul dalam peranan transportasi laut untuk mempercepat pembangunan di Indonesia yaitu ;
1.      Masalah Transportasi Laut Di Indonesia

         Dalam periode 5 tahun (1996-2000) jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah perusahaan (peningkatan rata-rata 10.5% p.a). Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari 6,156 menjadi 9,195 unit (peningkatan rata-rata 11.3% p.a). Tapi dari segi kapasitas daya angkut hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT. Berarti kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang periode tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3% p.a. Volume angkutan naik dari 379,776,945 ton (1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat sebesar 51,653,131 ton dalam waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh kapasitas perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera Indonesia), bahkan untuk pelayaran domestic (antar pelabuhan Inonesia). Pada tahun 2000, jumlah kapal asing yang mencapai 1,777 unit dengan kapasitas 5,122,307 DWT meraup muatan domestic sebesar 17 juta ton atau sekitar 31%.
         Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to 5%, dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.
         Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50% (2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi financial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti : banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.
         Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan   yang tidak kondusif. Banyak perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternative kecuali menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan scrappy. Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan pemrosotan produktivitas armada.

2.      Masalah Investasi Transportasi Laut

          Di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara transportasi Laut, yaitu oleh pemerintah (termasuk BUMN) dan swasta. Masing-masing kelompok terbagi dua. Di pihak pemerintah terbagi menjadi BUMN pelayaran yang menyelenggarakan transportasi umum dan BUMN non pelayaran yang hanya menyelenggarakan pelayaran khusus untuk melayani kepentingan sendiri. Pihak swasta terbagi menjadi perusahaan besar dan perusahaan kecil (termasuk pelayaran rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana investasi pengadaan kapal ternyata sejalan dengan pembagian tersebut. Masing-masing pihak di tiap-tiap kelompok memiliki mekanisme pembiayaan tersendiri.

3.      Hambatan dalam Pendanaan Kapal

   Dunia pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan structural dan sistematis di bidang financial, seperti di paparka di bawah ini:
1)      Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana : Official Development Assistance(ODA), terkonsentrasi untuk investasi public di berbagai sector pembangunan, kecuali pelayaran. Other Official Finance (OOF), kredit ekspor dari Jepang sedang terjadwal ulang. Foreign Direct Investment (FDI), sejauh ini tidak ada anggaran pemerintah hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman Bank asing tersedia hanya untuk perusahaan pelayaran besar (credit worthby) pinjaman Bank swasta nasional hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil.
2)      Tingkat suku bunga  pinjaman domestic 15-17% p.a untuk jangka waktu pinjaman 5 tahun.
3)       Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran.
4)      Saat ini kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
5)      Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional.
6)      Tidak ada kebijakan pendukung,serta Prosedur peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang ringkas.





BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1.      Industri pelayaran, bahkan transportasi Laut yang merupakan salah satu bagiannya memiliki banyak aspek yang saling terkait. Karena itu, upaya peningkatan daya saing pada aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan. Aspek relevan tersebut meliputi : Pembenahan administrasi dan manajemen pemerintahan di laut, termasuk keselamatan dan keamanan Laut serta perlindungan laut.
2.      Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang baik maka distribusi barang, jasa, maupun manusia mampu berjalan lebih lancar, cepat, dan dalam kuantitas yang besar sehingga pembangunan di daerah akan berjalan dengan mulus.
3.2  Saran
1.      Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.
2.      Dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi


makalah agropolitan yang ada di jawa tengah (agro Merapi-Merbau)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan nasional yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat secara keseluruhan harus disertai dengan pembangunan yang merata dalam segala bidang serta menyeluruh kepada semua golongan masyarakat. Konsep pembangunan yang diterapkan mulai tahun 1970-an adalah pembangunan yangbersifat growth pole. Menurut Rustiadi dan Hadi  (2006), konsep pertumbuhan growth pole yang diperkirakan akan terjadi penetesan (tricle down effect) dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya, ternyata neteffect-nya menimbulkan pengurasan besar (masive backwash effect) atau telah terjadi  transfer neto sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara besar besaran.
Ketimpangan pembangunan antara wilayah perdesaan sebagai produsen pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi mendorong aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara tidak seimbang. Hal ini menyebabkan kondisi yang saling memperlemah antara perdesaan dan perkotaan. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sector pertanian mengalami penurunan produktivitas, sedangkan wilayah perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi menerima beban berlebih sehingga memunculkan ketidaknyamanan seperti konflik, kriminal, penyakit dan memburuknya sanitasi lingkungan.
Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan penguatan sentra-sentra produk pertanian yang berbasiskan pada kekuatan internal sehingga perdesaan menjadi kawasan yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan daya kompetensi, baik secara interregional maupun intraregional. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan Kawasan Agropolitan membutuhkan komitmen dan tanggung jawab dari segenap aparatur pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Dengan demikian, pembangunan kawasan ini dapat berlangsung secara terintegrasi, terarah, efektif, dan efisien sehingga tercipta keterpaduanBdengan pembangunan sektor lainnya dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak
memberikan efek penetesan ke bawah (trickle down effect) tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya dari wilayah sekitarnya (backwash effect). Urban bisa terjadi akibat kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula meramalkan bakal terjadinyapenetesan (trickle down effect) dari kutub-pusat pertumbuhan ke  wilayah hinterland-nya, ternyata net-effect-nya malah menimbulkan pengurasan
besar (masive backwash effect). Dengan perkataan lain dalam ekonomi telah
terjadi transfer neto sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara besar-besaran (Departemen Pertanian, 2004).

Secara harafiah. istilah Agropolitan berasal dari kata Agro yang berarti ‘pertanian’ dan Polis/Politan yang berarti ‘kota’. Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agroplitan & Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian, Agropolitan didefinisikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis sehingga mampu melayani, mendorong, menarik, serta menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
sekitarnya. Buku tersebut juga mendefinisikan Kawasan Agropolitan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yang ditandai dengan keberadaanpusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya sehingga terbentuklah Kawasan Agropolitan.
Kawasan agropolitan menurut Rustiadi dan Pranoto (2007) merupakan kawasan perdesaan yang secara fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan utama adalah sektor pertanian. Departemen Pertanian (2002), kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan. Kawasan agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Berdasarkan www.baritokuala.go.id (2003), kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan agribisnis yang melayani, mendorong dan memacu pembangunan pertanian kawasan dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten tersebut terletak pada posisi strategis, potensial dan menguntungkan karena terletak pada jalur persimpangan dari berbagai arah, yaitu terletak pada jalur yang strategis antara Yogyakarta dan Semarang. Topografinya berupa dataran tinggi sehingga cocok untuk pertanian dan perkebunan. Sesuai dengan kondisi Kabupaten Magelang yang merupakan wilayah agraris, maka pertumbuhan ekonomi Magelang sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian.
Berdasarkan pada kondisi geografi, aktivitas penduduk dan lingkungan,Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, sektor industri berbasis pertanian dan sektor pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan. Sinergi ketiga sektor tersebut melahirkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian menuju agribisnis yang maju, agrowisata yang menarik dan industri yang melibatkan banyak pelaku. Kolaborasi ketiga sektor tersebut mengilhami gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang.

Penerapan agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun
2003. Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dibagi kedalam
empat fase. Fase pertama yaitu kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-
2023, fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028, fase
ketiga kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031 dan fase keempat merupakan gabungan semua kawasan yang dimulai tahun 2014.Tujuan pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang seperti yangdisebutkan di masterplan agropolitan Kabupaten Magelang adalah untuk2014.meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah; mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi; dan peningkatan kemandirian kawasan sehingga tidak bergantung pada wilayah pusat pertumbuhan. Peningkatan kemandirian kawasan dapat diwujudkan dengan peningkatan jumlah fasilitas publik sehingga masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut secara optimal sehingga mengurangi ketergantungannya dengan wilayah pusat pertumbuhan.
           
1.2 Rumusan masalah
Untuk mengkaji kawasn agropolitan yang ada di jawa tengah khususnya di kabupaten magelang ,penulis mengambil rumusan masalalah sebagai berikut:
1.    Apa Kelebihan dan kekurangan agropolitan di kabupaten magelang?
2.      Bagaimana kondisi sosial budaya dan ekonominya di kabupaten magelang?
3.      Peta agropolitan di kabupaten magelang,?

1.3  Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan disusunya makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui kondisi sosial budaya dan ekonominya di kabupaten magelang;
2.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan agropolitan di kabupaten magelang;
3.      Untuk mengetahui lokasi atau tempat agropolitan di kabupaten magelang.
Adapun manfaat disusunya makalah ini adalah Agar meningkatkan pengetahuan tentang agropolitan di kabupaten magelang khusunya di wilyah agro Merapi-Merbau.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kelebihan dan Kekurangan Agropolitan  di kabupaten magelang(agro Merapi-Merbau).
Menurut Kepala Bidang Usahatani Dinas Pertanian Kabupaten Magelang (Soekam, Desember 2007), selama tiga tahun berjalan, gerakan pengembangan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu telah menunjukkan kinerja yang baik. Namun, hal tersebut hanyalah tahap inisiasi dari sebuah wujud berjalannya system agribisnis. Untuk mewujudkan masyarakat tani kawasan yang benar-benar mampu melakukan agribisnis, dalam kawasan yang agropolis dibutuhkan waktu sekitar 15tahun, oleh karena itu gerakan agropolitan harus diteruskan.

Pada kawasan agropolitan Merapi-Merbabu yang ada di  kabupaten magelang,jawa tengah  telah memiliki kelebihan atau menyebabkan  yaitu sebagai berikut:
a)      Kegiatan agribisnis (pertanian) merupakan kegiatan perekonomian utamanya, kegiatan ini mencakup industri pengolahan hasil Jalan pertanian, perdagangan dan kegiatan ekspor hasil pertanian, perdagangan agribisnis hulu berupa sarana pertanian dan permodalan, agrowisata, serta jasa pelayanan.
b)      Dengan agribisnis sebagai kegiatan utamanya,maka pendapatan sebagian besar masyarakatnya pun diperoleh dari kegiatan agribisnis.
c)      Tercipta hubungan timbal balik (interdependensi) yang harmonis dan saling Membutuhkan antara kota dan desa-desa di Kawasan Agropolitan. Dalam Kawasan Agropolitan dikembangkan usaha budidaya(on farm) dan industri olahan skala rumah tangga (off farm). Sementara, kota  menyediakan beragam fasilitas yang mendukung perkembangan usaha budidaya dan agribisnis.
d)     Ketersediaan infrastruktur berupa prasarana dan sarana yang memadai di Kawasan Agropolitan telah menciptakan kehidupan masyarakat layaknya di
kawasan perkotaan.
Kegiatan industri di kawasan agropolitan terfokus pada kegiatan agroindustri makanan dengan bahan dasar produk-produk pertanian. Diantaranya adalah terdapat suatu sentra industri pengolah hasil pertanian yaitu industry slondok yang terdapat di Dusun Purwogondo Desa Sumur Arum Kecamatan Grabak dengan produksi 4 500 ton per tahun. Jangkauan pasar dari komoditas ini sudah mencapai beberapa daerah di Pulau Jawa. Selain itu, terdapat juga agroindustri pembuatan abon di Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Ngablak. Masih banyak lagi potensi agroindustri di kawasan agropolitan Kabupaten Magelang

Pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal dengan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi.Ketidakseimbangan proses interaksi antara perdesaan dengan kota menyebabkan keadaan yang saling memperlemah antara kedua wilayah tersebut. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor pertanian mengalami permasalahan produktivitas yang stagnan, rendah dan nilai tukar produk menurun akibat beberapa permasalahan, disisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih (over urbanization) sehingga memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahan-permasalahan sosial (konflik, kriminal, dan penyakit) dan lingkungan (pencemaran dan buruknya sanitasi lingkungan permukiman).

Dan  juga kawasan agropolitan Merapi-merbau menyebabkan adannya obyek wisata pada Kawasan agropolitan Kabupaten Magelang. Obyek wisata alam di kawasan agropolitanMerapi-Merbabu seperti Gardu Pandang dan air terjun Kedung Kayang di Kecamatan Sawangan, pos pengamatan Babadan di Kecamatan Dukun, Air terjun Seloprojo di Kecamatan Ngablak, pemandian air hangat Candi Umbul di
Kecamatan Grabak, wisata taman sayur dan buah di Kecamatan Sawangan, Kecamatan Ngablak dan sebagainya. Sektor agrowisata tersebut memberikan
trickle down effect kepada masyarakat sekitar. Trickle down effect-nya adalah
memberikan tambahan penghasilan karena daerah sekitar obyek wisata menjadi
ramai dan sarana transportasi utama menjadi lancar. Hasil pertanian seperti
stroberi, buncis, tomat dan wortel dijadikan oleh-oleh khas bagi para wisatawan yang berkunjung.

Kekurangan dari agropolitan di Merapi-Merbau yaitu Munculnya masalahan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan tersebut pada intinya adalah tingginya tekanan pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan tenaga kerja relatif terhadap modal dan lahan. Dua sektor yang dianggap mampu menampung perluasan lapangan kerja tersebut adalah sektor pertanian dan industri-industri kecil dan menengah serta pengelolaan sektor jasa lingkungan di wilayah perdesaan. Wilayah perdesaan masih mempunyai banyak potensi yang perlu dikembangkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pembangunan tersebut.
Kekurangan dari kawasan agropolitan yaitu
1.      Rusaknya lingkungan sekitar akibat adanya pembuangan-pembuangan limbah industry yang tidak diolah dengan baik
2.      Tergangunya aktivitas masyarakat sekitar akibat dari pabrik industry karena pembuangan limbah yag tidak diolah dengan baik.
3.      Pelaksanaan agropolitan di Kawasan Merapi-Merbabu masih banyak menemui kendala terutama yang berkaitan dengan pengadaan modal, pengadaan teknologi dan sumberdaya pelaku atau petani yang kurang berkembang.

2.2   Kondisi Ekonomi dan Sosial budayanya di Kabupaten Magelang khusunya di sekitar Agro Merapi-Merbau.

Jumlah penduduk yang tinggal di kawasan agropolitan Merapi-Merbabu
pada tahun 2006 adalah sebesar 374 689 jiwa atau 31.75 persen dari seluruh penduduk yang ada di Kabupaten Magelang. Mata pencaharian penduduk di
kawasan agropolitan sangat bervariasi meliputi pertanian, pertambangan, industri,listrik, gas dan air bersih, konstruksi, perdagangan, komunikasi, keuangan, jasa dan lainnya. Sebagian besar penduduk pada kawasan agropolitan Merapi-Merbabu bergerak di sektor pertanian. Kegiatan pertanian ini dibagi atas dua pertanian utama yaitu kegiatan pertanian tanaman pangan dan kegiatan peternakan.
            Sebelum gerakan pengembangan kawasan agropolitan di kawasan
agropolitan Merapi-Merbabu, pendapatan masyarakat tani masih tergolong
rendah. Rendahnya pendapatan masyarakat tani disebabkan oleh lahan yang sempit per kelompok tani, sumberdaya manusia petani yang masih rendah dan usaha tani yang masih individual. Organisasi petani masih bersifat sosial sehingga belum mampu berhadapan dengan pelaku usaha lain, terutama pasar.
            Di kawasan agro Merapi-Merbau hamper seluruh aktivitas ekonomi masyarakat berkaitan dengan sector pertanian.selain potensi lahan dan peluang,budaya masyarakat yang telah mendarah daging juga ikut mempngaruhi yaitu bertani.alasanya karna usaha lain diluar pertanian kurang berkembang karena masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan.Sosial budaya masyarakatya di sekitar merapi-merbau yaitu bertani,betrnak dan lain-lain
2.3 Lokasi daerah Merapi-Merbau
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kawasan agro Merapi-merbau menyebebabkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan agropolitan merapi-merbau menjadi meningkat karena yaitu sebagai berikut:
a.       Kegiatan agribisnis (pertanian) merupakan kegiatan perekonomian utamanya, kegiatan ini mencakup industri pengolahan hasil Jalan pertanian, perdagangan dan kegiatan ekspor hasil pertanian, perdagangan agribisnis hulu berupa sarana pertanian dan permodalan, agrowisata, serta jasa pelayanan.
b.      Tercipta hubungan timbal balik (interdependensi) yang harmonis dan saling Membutuhkan antara kota dan desa-desa di Kawasan Agropolitan. Dalam Kawasan Agropolitan dikembangkan usaha budidaya(on farm) dan industri olahan skala rumah tangga (off farm).
c.       Ketersediaan infrastruktur berupa prasarana dan sarana yang memadai di Kawasan Agropolitan telah menciptakan kehidupan masyarakat layaknya di
     kawasan perkotaan.
3.2 Saran
Sebaiknya para petani lebih meningkatkan kerajasamanya dengan  pemerintah agar menciptkan atau meningkatkan hasil-hasil panennya untuk dijual bukan hanya di pasar nasional tetapi pasar-pasar internasional.